Selasa, 14 Februari 2012

sifat koligatif larutan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Larutan adalah campuran antara dua atau lebih komponen atau zat yang homogen yang saling melarutkan masing-masing penyusunnya sehingga tidak dapat dibedakan secara fisik.
            Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis yang hanya bergantung pada jumlah atau kuantitas partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan.
            Ada empat jenis sifat koligatif larutan, yaitu; penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis.
            Sifat koligatif larutan merupakan konsep dalam kimia fisika yang banyak digunakan dalam industri farmasi, misalnya untuk membuat cairan infus yang mana harus isotonik dengan cairan darah. Pembuatan cairan isotonik ini menggunakan konsep tekanan osmosis. Peran sifat koligatif larutan dalam industri farmasi juga dapat ditemukan pada pembuatan obat herbal.
Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah dan jaringan pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi krenasi pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).
Dari perannya saja, maka dilakukanlah percobaan sifat koligatif larutan untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel dan menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) serta memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf).
B.     Maksud dan Tujuan Percobaan   
1.      Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami pengaruh tonisitas sel dan penurunan titik beku suatu larutan.
2.      Tujuan Percobaan
a.       Untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel.
b.      Untuk menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) dan memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf)

C.     Prinsip Percobaan
1.      Pengaruh tonisitas sel
Menunjukkan pengaruh tonisitas sel dari beberapa larutan (aquadest, NaCl 0,89 %, NaCl 3%, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M) dengan cara penambahan sampel (wortel, daun bawang, seledri dan darah), kemudian diamati dengan mata telanjang dan dibandingkan dengan penglihatan pada saat menggunakan mikroskop.
2.      Penurunan titik beku
Menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) dan tetapan krioskopi (Kf) dari asam stearat jika ditambahkan asam benzoat dengan cara dileburkan dan dilihat berapa penurunan titik bekunya dengan menggunakan pipa kapiler yang berisi asam stearat beserta asam benzoat kemudian dilelehkan di dalam aquadest yang dipasang termometer di atasnya untuk dilihat suhu pada saat meleleh ditandai dengan munculnya gelembung di sekitar termometer dan pipa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Teori Umum
Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut bukan pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan. (Tim Dosen Kimia, 2000; VII-28)
Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan secara fisik.
Sebab-sebab kelarutan, seringkali dikatakan bahwa kelarutan itu disebabkan oleh gaya-gaya molekular. Bahwa ini tidak benar dapat dilihat dari kenyataan bahwa dua gas bercampur dalam semua perbandingan dan memiliki kelarutan yang saling tidak terbatas, pencampuran bukan disebabkan oleh aksi timbal-balik, tetapi oleh gerak molekul dan kenyataan bahwa keadaan bercampur sangat mungkin dari keadaan tidak bercampur. Kelarutan timbal balik gas karenanya adalah aspek dari awal statistik hukum kedua.
Pada larutan elektrolit mengalami peruraian (disosiasi), misalnya larutan NaCl mengalami ionisasi menjadi ion Na dan Cl. Dalam pembahasan sifat-sifat koligatif larutan elektrolit Van’t Hoff memodifikasi persamaan sifat koligatif larutan non-elektrolit dengan menambahkan suatu ketetapan yang sering disebut dengan faktor Van Hoff (i) dimana adalah perbandingan antara harga sifat-sifat koligatif yang diukur dan harga sifat koligatif yang terhitung.
Untuk larutan non-elektrolit, nilai i=1 sedangkan untuk larutan elektrolit.
(Sumardjo, 2006; 43)

Sifat koligatif larutan adalah sifat yang nilainya bervariasi, sebanding dengan jumlah partikel-pertikel solut yang ada dalam larutan dengan volume tertentu.
     Terdapat empat sifat fisika yang penting dan berubah secara perbandingan lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yaitu ;
1.      Penurunan Tekanan Uap
Jika suatu solut (yang tidak dapat menguap) dilarutkan dalam solven (yang dapat menguap) tekanan uap larutan akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murni. Hal ini disebabkan karena pada permukaan larutan terdapat interaksi antara zat terlarut dan pelarut sehingga laju penguapan tersebut berkurang akibatnya tekanan uap larutan menjadi turun. Selisih antara tekanan uap pelarut murni dengan tekanan uap larutan disebut penurunan tekanan uap (ΔP).
Volatil adalah kecenderungan suatu zat untuk berubah menjadi gas. Kecenderungan molekul untuk melarikan diri dari fase cair ke gas tergantung pada seberapa banyak zat terlarut yang ditambahkan. Penguapan molekul zat pelarut dalam larutan selalu mengarah pada penguapan yang besar karena volume yang ditempati oleh molekul dalam bentuk gas. Tetapi pada saat ditambahkan zat terlarut maka penguapan akan berkurang karena ditekan dengan asanya zat terlarut sehingga hanya terdapat sedikit molekul pelarut pada bagian permukaan larutan. Sehingga volume  zat pelarut yang berada didalam fase gas lebih kecil dan tekanan uap uap untuk larutan akan lebih rendah dibandingkan pelarut murni.
Zat terlarut jika dimasukkan ke dalam pelarut maka akan terjadi penurunan tekanan uap. Tekanan uap tersebut akan berpengaruh pada penurunan titik beku hal ini dapat dilihat dari grafik P-T.

   
         
            : Diagram untuk pelarut
            : Diagram untuk larutan
Pada suhu tertentu, tekanan uap pelarut murni Po atmosfer dan tekanan uap larutan P atmosfer. Penurunan tekanan uap dirumuskan sebagai ;
                      ΔP = Po – P

Tekanan uap larutan ideal berlaku hukum Raoult ;
                        P = X1 Po
karena,          X1 = (1- X2),  maka ;
                       P = (1- X2) Po
                          = Po – X2 Po
                    ΔP = X2 Po
atau
                X=
Dimana X1 dan X2 masing-masing adalah fraksi mol pelarut dan zat terlarut. Dari persamaan terlihat, harga ΔP berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut, berarti makin besar pula penurunan tekanan uapnya. ΔP dapat digunakan untuk menentukan berat molekul zat terlarut yang sukar menguap dengan mengukur tekanan uap larutan dan menghitung fraksi molnya. (Ahmad, 1996; 76)
2.      Kenaikan Titik Didih Larutan
Titik didih suatu larutan dapat lebih tinggi maupun lebih rendah daripada titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan zat terlarut itu menguap, dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat terlarut itu tak atsiri (tidak menguap) misalnya gula, larutan air itu mendidih pada suatu temperatur yang lebih tinggi daripada titik didih air.
Dalam hal larutan etil alkohol-air, eti alkohol (titik didih 78,3 ) mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi uap air daripada air. Tekanan uap larutan (jumlah tekanan uap etil alkohol dan tekanan uap air) sama dengan tekanan atmosfer pada temperatur dibawah 100 . Artinya, titik didih larutan terletak dibawah titik didih air murni. Hukum sifat koligatif tidak berlaku untuk larutan dengan zat-zat terlarut atsiri, seperti larutan etil alkohol-air. (Keenan, dkk,1984:436)
A = Titik didih air pada 100  dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 100  dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
       larutan belum mendidih.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih besar dari 100
       dimana larutan mendidih.
Jika titik didih pelarut (Tb ) dan titik didih larutan (Tb), maka kenaikan titik didih dapat dirumuskan ;
                         Tb = Tb - Tb
      Pada penentuan Tb satuan konsentrasi yang digunakan adalah molalitas (m) karena tidak dipengaruhi oleh suhu. Satuan molaritas tidak sesuai, karena suhu mempengaruhi volume larutan.
Besarnya kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai ;
                          Tb = Kb m
atau
                         Tb = Kb x  x
dimana ;
       W = massa zat terlarut (g)
       M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
       P  = massa zat pelarut (g)
       Kb = tetapan kenaikan titik didih ( /mol)
(Chang, 2003; 12)
3.      Penurunan Titik Beku
Akibat lain dari turunnya tekanan uap larutan adalah turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1 atm disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0 .
Jika air murni didinginkan pada 0 , maka air tersebut akan membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm. Tetapi bila dalam kedalamnya dilarutkan zat terlarut yang sukar menguap seperti gula, maka pada suhu 0  ternyata larutan belum membeku. Tekanan uap permukaannya harus mencapai 1 atm. Hal ini dapat tercapai bila suhu larutan diturunkan.
Setelah tekanan uap mencapai 1 atm, larutan akan membeku. Besarnya titik beku larutan ini lebih rendah dari 0  atau lebih rendah dari titik beku pelarutnya. Turunya titik beku larutan dari titik beku pelarutnya disebut penurunan titik beku ( Tf).
Jika titik beku pelarut Tf  dan titik beku larutan Tf maka penurunan titik beku dapat dirumuskan ;
                        Tf = Tf  - Tf
 
A = Titik beku air pada 0  dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 0  dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
       larutan belum membeku.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih kecil dari 0
       dimana larutan membeku.
Besarnya Tf larutan juga dapat bergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
Menurut Raoult untuk larutan yang sangat encer berlaku ;
                         Tf = Kf m
atau
                         Tf = Kf x  x
dimana ;
       W = massa zat terlarut (g)
       M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
       P  = massa zat pelarut (g)
       Kf = tetapan kenaikan titik beku ( /mol)
    (Ketut, 2004; 79-84)
Tabel Titik Didih (Tb), Titik Beku (Tf), Tetapan Titik Didih Molal (Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku Molal (Kf) Berbagai Pelarut. 
4.      Tekanan Osmotik (Osmosis)
Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul pelarut dari encer ke larutan yang lebih pekat melalui selaput membran/penyekat semipermeabel.
Peristiwa osmosis kelihatanya berlawanan dengan pengalaman dimana penyebaran partikel (difusi) umumnya terjadi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke rendah. Pada osmosis larutan dipisahkan oleh selaput semipermeable sehingga difusi terjadi dari arah sebaliknya.
Difusi ini hanya terjadi pada molekul-molekul pelarut atau zat-zat yang berukuran kecil, sedangkan molekul berukuran besar tertahan oleh membran.
Tekanan osmotik tergolong sifat koligatif, karena hanya bergantung pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada jenisnya. Berrdasarkan percobaan Van’t Hoff (1885) mendapatkan bahwa untuk larutan encer rumusan tekanan osmotik mempunyai kesamaan dengan tekanan suatu gas.
Pada suhu (T) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan konsentrasi. Secara matematis ditulis ;
                                    (T tetap)
Pada konsentrasi (C) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.
                                     (C tetap)
Gabungan dari dua persamaan diatas, diperoleh ;
                                   
atau
                                       (tetap)
karena konsentrasi berbanding terbalik dengan volume, maka untuk n mol zat terlarut berlaku ;
                                       (tetap)
dimana K adalah suatu tetapan yang sama besarnya dengan tetapan gas R. Persamaan menjadi ;
                                    π v = n R T
Rumus ini mirip dengan persmaan gas ideal pv = nRT. Persamaan selanjutnya juga dapat ditulis ;
                                      π =  R T
untuk n/v = M maka ;
                                      π = M R T
dimana ;
        π = Tekanan osmotik (atm)
       M = Molaritas larutan (mol/L)
        R = Tetapan gas (0,0821 L atm mol-1K-1)
        T = Suhu mutlak (K)
(Syukri, 2005; 86-89)




B.     Uraian Bahan
1.      Aquades (DIRJEN POM. 1979: 96)
Nama resmi             :   AQUA DESTILLATA
Nama lain               :   Air suling, aqua depurate, aqua, air baterig, air
                                    sadah, distilled water, hard water
Rumus molekul       :   H2O
Berat molekul         :   18,02
Rumus bangun        :    H-O-H
Pemerian                 :    Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa.
Kelarutan                :    -
Penyimpanan          :    Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :    Sebagai pelarut dalam larutan tonisitas sel

2.      Glukosa (DIRJEN POM. 1979: 268)
Nama resmi             :   GLUCOSUM
Nama lain               : Glukosa, dektrose, dextropur, druivensuikar, grape sugar, gula anggur, glucose,saccharum amylaceum, sugar 
      Rumus molekul       :   C6H12O6
      Rumus bangun        :   
      Pemerian                 :    Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran      putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan                :  Mudah larut dalam air, sangat mudah larut  dalam air mendidih
      Penyimpanan          :    Dalam wadah tertutup baik
      Kegunaan               :    Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel
3.      Natrium Klorida (DIRJEN POM. 1979; 403)
Nama Resmi           :   NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain              : Natrium klorida, chloretum natricum, garam dapur, natrium chloratum, natrium klorida, kitchen salt, sodium clorida, halit, crude sea salt.
Rumus Molekul      :   NaCl
Rumus Bangun       :   Na-Cl
Berat Molekul         :   58,44
Pemerian                 :    Hablur heksahidrat tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan                :    Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian  mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan          :   Wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel

4.      Asam Stearat (DIRJEN POM. 1976; 57)
Nama Resmi           :   ACIDUM STEARICUM
Nama Lain              :    Asam stearat, stearic acid, asam oktadekanamida, stearic monoetanolamine, stearoy lethanolamida, stearanamida, monoetanolamin, stearoyl, etanolami, asam stearat amida, stearat amida, stearamida monoetanolamida.
Rumus Molekul      :   CH3(CH2)16COOH
Rumus Bangun       :
Berat Molekul         :   122,12
Titik Leleh              : 54
3.      Natrium Klorida (DIRJEN POM. 1979; 403)
Nama Resmi           :   NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain              : Natrium klorida, chloretum natricum, garam dapur, natrium chloratum, natrium klorida, kitchen salt, sodium clorida, halit, crude sea salt.
Rumus Molekul      :   NaCl
Rumus Bangun       :   Na-Cl
Berat Molekul         :   58,44
Pemerian                 :    Hablur hexahidrat tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan                :    Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian  mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan          :   Wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel

4.      Asam Stearat (DIRJEN POM. 1976; 57)
Nama Resmi           :   ACIDUM STEARICUM
Nama Lain              :    Asam stearat, stearic acid, asam oktadekanami-da, stearic monoetanolamine, stearoy lethano-lamida, stearanamida, monoetanolamin, stea-royl, etanolami, asam stearat amida, stearat amida, stearamida monoetanolamida.
Rumus Molekul      :   CH3(CH2)16COOH
Rumus Bangun       :
Berat Molekul         :   122,12
Titik Leleh              : 54

Pemerian                 :    Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan                :    Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol; (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 20 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan          :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam penurunan titik beku.

5.      Asam Benzoat (DIRJEN POM. 1979; 49)
Nama resmi             :   ACIDUM BENZOICUM
Nama Lain              :    Asam Benzoat, asam benzenakarboksilat, karboksi benzene, E210, asam drasiklik, sodium benzoate.
Rumus Molekul      :    C7H602    
Rumus Bangun       :
                               
Berat Molekul         :   122,12
Titik Leleh              :   122
Pemerian                 :    Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan                :    Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P. Dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan          :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat pelarut dalam penurunan titik beku

6.      Cera Alba (DIRJEN POM. 1979; 140)
Nama Resmi           :   CERA ALBA
Nama Lain              :    Malam putih, wit was, white bease wax, bleached beese wax, malam putih, wituns, beeswax white, lilin lebah.
Titik Lebur              :   61-65
Kelarutan                :    Tidak mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, dingin, larut dalam      kloroform P, pada eter P, hangat dalam minyak lemak dan minyak atsiri
Pemerian                 :    Zat padat, lapisan bening, putih kekuningan, bau khas lemak
Penyimpanan          :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam penurunan titik beku.












C.     Prosedur Kerja
1.      Pengaruh Tonisitas Larutan terhadap Sel
a.       Ambil tabung reaksi yang bersih, berikan label 1), 2), 3), 4) dan 5)
b.      Masukkan 2 ml larutan berikut ini sesuai label masing-masing
1)      Aquadest               3)   Glukosa 0,5 M                  5)   NaCl 3%
2)      Glukosa 0,1 M      4)   NaCl 0,89%
c.       Untuk setiap tabung reaksi tambahkan irisan wortel tipis (sekitar 0,5 mm) yang segar, daun bawang, dan seledri.
d.      Masukkan tabung reaksi di rak tabung dan tunggu sampai anda menyelesaikan semua percobaan yang lain
e.       Perhatikan tampilan dengan mata telanjang dan juga di bawah mikroskop.
f.       Ulangi langkah a dan b menggunakan set baru lima tabung reaksi yang bersih
g.      Dengan menggunakan pipet, tambahkan lima tetes darah sapi segar secara keseluruhan untuk setiap tabung uji. Miringkan bagian bawah tabung reaksi untuk menjamin pencampuran yang tepat.
h.      Amati warna dan penampilan dari larutan setelah 20 menit, baik oleh mata telanjang dan juga di bawah mikroskop.
2.      Pengukuran Penurunan Titik Beku
a.       Rakit alat pengukuran titik beku (titik lebur) sederhana. Beker gelas akan berfungsi sebagai water bath. Sebuah plat panas dari pembakar bunsen akan berfungsi sebagai sumber panas. Sebuah tabung reaksi akan berfungsi sebagai water bath sekunder di mana termometer dicelupkan.
b.      Campuran asam benzoat-asam laurat disiapkan sebagai berikut (atau sebagai alternatif, instruktur dapat mempersiapkan terlebih dahulu) :
Timbang 3 g asam laurat dan masukkan dalam sebuah gelas kimia 25 ml. timbang 0,6 g asam benzoat. Panaskan asam laurat perlahan-lahan di atas hot plate sampai meleleh (50°C). tambahkan asam benzoat ke dalam gelas. Aduk secara menyeluruh hingga diperoleh larutan homogen. Dinginkan gelas kimia dalam air dingin untuk mendapatkan sampel yang padat. Gerus sampel menjadi serbuk halus dalam mortar.
c.       Setiap praktikan menyiapkan empat tabung leleh kapiler untuk sampel : (a) asam laurat (b) tiga tabung dengan larutan asam benzoat 17%.
d.      Susun tabung leleh sebagai berikut :
1)      Ambil sejumlah kecil sampel ke dalam tabung leleh kapiler dengan menekankan ujung tabung yang terbuka secara vertical ke sampel.
2)      Balikkan tabung kapiler. Usap kapiler ke dalam suatu lembaran yang memungkinkan padatan masuk di bagian bawah kapiler. Anda hanya memerlukan 1-5 mm sampel dalam tabung kapiler.
e.       Ikat tabung kapiler dengan termometer menggunakan karet gelang kecil dekat dengan ujung termometer.
f.       Ukur titik leleh setiap sampel sebagai berikut :
Jepit termometer dengan tabung kapiler yang melekat dan rendam dalam termostat sekunder diisi dengan air. Turunkan termostat sekunder ke dalam gelas beriisi air dan memulai proses pemanasan. Perhatikan titik leleh setiap sampel dan catat. Pelelehan terjadi ketika anda mengamati penyusutan pertama dalam sampel atau munculnya gelembung kecil (jangan menunggu sampai seluruh sampel di kapiler menjadi bening) setelah mengambil titik lebur sampel pertama, biarkan termostat mendingin hingga suhu ruang dengan menambahkan air dingin. Anda harus memulai proses pemanasan untuk mengamati titik leleh sampel kedua hanya setelah air di termostat primer dan sekunder talah mencapai suhu kamar.
(Tim Dosen Kimia Dasar, 2011 : 12-13)
           
BAB III
METODE KERJA
A.     Alat dan Bahan
1.      Alat :
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah benang, dek gelas, gelas kimia, gelas ukur, kaki tiga, kawat kassa, klem, mikroskop, mortar dan alu, objek gelas, pembakar spiritus, pipa kapiler, rak tabung reaksi, statif, silet, tabung reaksi, termometer.
2.      Bahan:
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah aquadest, asam benzoat, asam stearat, cera alba, darah ayam, daun bawang, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M, natrium klorida 0,89%, natrium klorida 3%, seledri, wortel.

B.     Cara Kerja
1.      Pengaruh tonisitas terhadap sel
a.       Disiapkan alat dan bahan (aquadest, NaCl 0,89%, NaCl 3%, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M) masing-masing 2 ml
b.      Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
c.       Ditambah sampel (wortel, daun bawang, seledri) diiris tipis sebesar 0,5 mm
d.      Diamati sampel sampai dengan 20 menit (dengan mata telanjang)
e.       Diamati sampel dibawah mikroskop dengan ditambahkan kloral hidrat 1-2 tetes
2.      Penurunan titik beku
a.       Ditimbang  3 g asam stearat dengan menggunakan neraca analitik
b.      Dipanaskan sampai suhu 50 , kemudian ditambahkan 0,6 g asam benzoat (ditimbang dengan menggunakan neraca analitik)
c.       Diaduk sampai membentuk larutan yang homogen
d.      Ditunggu larutan tersebut sampai memadat/dingin
e.       Digerus
f.       Disiapkan 4 pipa kapiler dengan ukuran ½ cm
g.      Dipisahkan/dibagi dua yaitu satu pipa untuk asam stearat dan tiga pipa untuk asan stearat dan asam benzoat.
h.      Masing-masing pipa kapiler diikat dengan termometer dan pipa
i.        Dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi air yang dipananskan dengan pembakar Bunsen
j.        Diamati hingga campuran melebur, caranya ditandai dengan adanya gelembung dan dicatat perubahan suhunya.














BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A.     Tabel Pengamatan
1.      Pengaruh Tonisitas Larutan terhadap Sel
Sampel
Larutan
Pengamatan Sel
Sebelum direndam
Setelah direndam
Batang Seledri
1)
Aquadest
     
Ket: Keadaan sel normal, sel tampak jelas

  
 Ket:Warna kecoklatan dan sel tampak tidak  jelas

2)
NaCl 0,89%
 
Ket: Keadaan sel
      normal, sel
         tampak jelas

     
Ket: Keadaan sel tampak jelas
3)
NaCl 3%
Ket: Keadaan sel
      normal, sel    
        tampak jelas
              

Ket : Warna sel menjadi lebih tua dan sel kelihatan jelas

4)
Glukosa 0,1 M
Ket: Keadaan sel
      normal, sel    
        tampak jelas



Ket : Sel tampak memudar warnanya dan jelas selnya


5)
Glukosa 0,5 M

 
Ket: Keadaan sel
      normal, sel    
        tampak jelas

Ket : Warnanya tampak memudar dan sel tidak jelas
Daun Bawang
1)
Aquadest
Ket: Normal, sel tampak jelas
 Ket :Warna sel   
         menjadi orange
2)
NaCl 0,89%
Ket: Normal, sel tampak jelas
  Ket : Sel tampak memudar warnanya
3)
NaCl 3%
Ket: Normal, sel tampak jelas
  Ket : Warna sel mejadi keabu-abuan
4)
Glukosa 0,1 M
    
Ket: Normal, sel tampak jelas
   
  Ket : Warna sel menjadi kecoklatan

5)
Glukosa 0,5 M
   
Ket: Normal, sel tampak jelas
 

Ket : Warna sel menjadi kecoklatan
Wortel
1)
Aquadest
     
  Ket: Normal, sel tampak jelas
                               

Ket : Warna sel  
          menjadi
          kecoklatan
2)
NaCl 0,89%
  Ket: Normal, sel tampak jelas
Ket : Warna sel menjadi kuning
3)
NaCl 3%
Ket: Normal, sel tampak jelas
Ket : Warna sel memudar
4)
Glukosa 0,1 M
Ket: Normal, sel tampak jelas
Ket : Warna sel
         menjadi keabu-
         abuan
5)
Glukosa 0,5 M
Ket: Normal, sel tampak jelas
  Ket : Warna sel   
           memudar

Darah
1)
Aquadest
Ket : Warna sel   
         merah terang
       
    Ket : Warna
             memudar
2)
NaCl 0,89%

Ket : Warna sel     
         merah terang
  
   Ket : Warna sel  
             menjadi           
             keabu-abuan
3)
NaCl 3%
Ket : Warna sel  
         merah terang
  Ket : Warna sel
           menjadi
           keabu-abuan
4)
Glukosa 0,1 M
Ket : Warna sel
         merah terang
 Ket : Warna sel
          menjadi
          keabu-abuan
5)
Glukosa 0,5 M
Ket : Warna sel
         merah terang
  Ket : Warna sel
           menjadi
           keabu-abuan






2.      Pengukuran Penurunan Titik Beku
Sampel
Suhu (°C)
1.
Asam Stearat
60
2.
Asam Stearat + Asam Benzoat
56

B.     Perhitungan
1.      Pembuatan NaCl 0,3% untuk 100 ml air
 
 
2.      Pembuatan NaCl 0,89% untuk 100 ml air
 
 
3.      Pembuatan glukosa 0,1 M untuk 100 ml air
 
 
4.      Pembuatan glukosa 0,5 M untuk 100 ml air
   
 
5.      Perhitungan tetapan krioskopi
 
 
 
 
 


C.     Pembuatan Larutan
1.      NaCl 3%
Sebanyak 3 gram NaCl ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan aquadest kemudian diaddkan hingga batas 100 ml dengan aquadest.
2.      NaCl 0,89%
Sebanyak 0,89 gram NaCl ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan aquadest. Kemudian diaddkan dengan aquadest hingga 100 ml.
3.      Glukosa 0,1 M
Sebanyak 1,8 gram glukosa ditimbang, kemudian dimasukkan kedalm labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah dikalibrasi dan diaddkan hingga 100 ml dengan aquadest.
4.      Glukosa 0,5 M
Sebanyak 9 gram glukosa ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu, lalu diaddkan dengan aquadest hingga 100 ml.












BAB V
PEMBAHASAN
Sifat koligatif larutan merupakan sifat fisik larutan yang bergantung pada jumlah partikel larutan namun tidak tergantung pada jenis larutan. Sifat koligatif larutan ini dibedakan menjadi sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non-elektrolit yang dibedakan pada kemampuannya untuk mengion.
 Hipertonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih tinggi dari konsentrasi zat terlarut, sementara hipotonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih rendah dari konsentrasi zat terlarut.
Tonisitas mempengaruhi pergerakan cairan antar sel, contohya air yang bergerak dari tempat yang bertonisitas rendah (hipotonik) ke daerah yang bertonisitas tinggi (hipertonik), sehingga tonisitas antara keduanya seimbang. Secara harfiah tonisitas berarti kemampuan suatu larutan untuk memvariasikan ukuran maupun bentuk sel dengan cara mengubah jumlah air dalam sel tersebut apakah menciut ataukah menggembung sel tersebut.
Dari percobaan kita dapat melihat bahwa larutan yang elektrolit adalah NaCl 0,3 % dan NaCl 0,89 % Karen kedua larutan ini dapat mengantarkan arus listrik dan juga penguraian ion-ionnya yang menghasilkan dua untuk derajat ionisasinya. Sedangkan larutan glukosa 0,1 dan 0,5 adalah larutan non-elektrolit karena tidak dapat mengantarkan arus listrik.
Pada percobaan sifat koligatif larutan ini ada dua percobaan yang dilakukan, yaitu pengaruh tonisitas terhadap sel dan penurunan titik beku. Pada percobaan tonisitas sel, ada empat sampel yang digunakan yakni; batang seledri, daun bawang, wortel dan darah. Setiap sampel tersebut dimasukkan ke dalam aquadest, NaCl 0,89%, NaCl 3%, glukosa 0,1 M dan glukosa 0,5 M.sebelumnya setiap sampel diamati terlebih dahulu di bawah mikroskop untuk dilihat bagaimana bentuk selnya dan kemudian difoto dengan kamera digital. Ketika sampel telah direndam dalam larutan 20 menit, sampel diangkat kemudian diamati dibawah mikroskop kemudian difoto dengan kamera digital. Dan bandingkan sel ketika sebelum direndam dan pada saat setelah direndam.
Sampel seledri ketika dimasukkan dalam larutan aquadest, glukosa 0,1 M dan glukosa 0,5 M mengalami keadaan hipertonik yang dicirikan dengan menggembungnya sel setelah diamati pada mikroskop, sementara untuk NaCl 0,89% dan 0,3% sel hipotonik, hal yang sama dialami oleh daun bawang dan wortel. Darah isotonik pada larutan NaCl 0,89%.
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan noktah tidak normal disekitar pinggir sel setelah sel dimasukkan ke dalam larutan hipertonik. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa latin “crenatus”. Krenasi terjadi karena lingkungan luar sel yang hipertonik. Sel memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan diluar sel. Akibatnya zat terlarut keluar dari dalam sel dengan mekanisme difusi untuk menyeimbangkan konsentrasi diluar sel yang rendah sedangkan kerena tekanan osmotik yang tinggi di luar sel menyebabkan pelarut keluar dari dalam sel dengan mekanisme osmosis. Akibatnya sitoplasma berkurang volumenya sebagai akibatnya sel menciut. Sebaliknya pada kondisi diluar sel yang hipotonik atau konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dibandingkan zat pelarut dan tekanan osmotik yang rendah, menyebabkan zat terlarut dari luar sel masuk ke dalam sel dengan mekanisme difusi untuk menyeimbangkan konsentrasi di dalam sel yang konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah sedangkan karena tekanan osmotik yang rendah menyebabkan pelarut masuk ke dalam sehingga akibat dari mekanisme ini menyebabkan sel menggembung dan lama kelamaan akan mengalami lisis pada sel. Darah isotonis pada konsentrasi NaCl 0,89% dan glukosa 0,31 M.
Untuk percobaan pengukuran penurunan titik beku, cera alba dileburkan terlebih dahulu, apabila cera alba telah lebur sepenuhnya, asam benzoat dicampurkan sampai campuran tersebut menjadi campuran homogen yang kemudian didinginkan hingga menjadi padatan, padatan inilah yang digerus dengan mortar dan alu, tujuan digerus adalah untuk memudahkan campuran ini masuk ke dalam pipa kapiler. Pipa kapiler selanjutnya diikatkan dengan termometer menggunakan benang wol karena apabila diikat menggunakan karet gelang, dikhawatirkan karet akan meleleh dan menyebabkan pipa kapiler jatuh. Termometer yang telah diikat dengan pipa kapiler direndam dalam air yang kemudian dipanaskan, parameter dalam percobaan ini adalah gelembung pertama yang muncul disekitar termometer dan pipa.
Titik lebur adalah suhu konstan pada tekanan tertentu ketika materi mencair atau melebur. Pada titik lebur fasa padat dan cair yang ada dalam kesetimbangan. Ketika dianggap sebagai perubahan suhu sebaliknya dari cair ke padat ini disebut sebagai titik beku. Cairan memiliki karakteristik temperatur dimana mereka berubah menjadi padat, yang dikenal dengan titik beku mereka. Dalam teori, titik leleh yang solid harus sama dengan titik beku cairan.
Alasan dileburkan cera alba lalu ditambahkan asam benzoat agar cera alba dapat bercampur secara homogen antara keduanya. Dan alasan cera alba dileburkan supaya molekul-molekul air yang masih terkandung dalam cera alba dapat menguap dengan sempurna. Asam stearat merupakan zat terlarut dan asam benzoat adalah zat pelarut.
Alasan penggunaan aquadest dalam percobaan adalah perbedaan titik didih dari kedua senyawa, dimana aquadest mempunyai titik didih 100  sehingga pada saat pemanasan cera alaba dapat dipanaskan dapat dilihat gelembung-gelembung yang akan kita amati karena suhu dari cera alba dapat meleleh pada suhu 61-65  apabila kita menggunakan etanol maka perbedaan suhunya yang terlalu dekat sehingga pengamatan gelembung bisa saja gelembung adalah gelembung dari etanol (tidak maksimal) sedangkan pada aquadest pengamatannya dapat maksimal karena perbedaan suhunya yang cukup besar sehingga cera alba dapat dilihat melebur dengan pengamatan yang maksimal.
Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi pemecahan pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).



BAB VI
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Tonisitas Sel
a.       Aquadest
Ø  Darah ayam     : Hipertonis
Ø  Batang seledri : Hipertonis
Ø  Wortel             : Hipertonis
Ø  Daun bawang  : Hipertonis
b.      NaCl 0,89%
Ø  Darah ayam     : Isotonis
Ø  Batang seledri : Hipotonis
Ø  Wortel             : Hipotonis
Ø  Daun bawang  : Hipertonis
c.       NaCl 3%
Ø  Darah ayam     : Hipotonis
Ø  Batang seledri : Hipotonis
Ø  Wortel             : Hipotonis
Ø  Daun bawang  : Hipotonis
d.      Glukosa 0,1 M
Ø  Darah ayam     : Hipertonis
Ø  Batang seldri   : Hipertonis
Ø  Wortel             : Hipertonis
Ø  Daun bawang  : Hipertonis
e.       Glukosa 0,5 M
Ø  Darah ayam     : Hipotonis
Ø  Batang seledri : Hipotonis
Ø  Wortel             : Hipotonis
Ø  Daun bawang  : Hipotonis

2.      Penurunan Titik Beku
Penurunan titik beku yang didapatkan dalam percobaan yaitu sebesar 4  dan konstanta penurunan titik beku yang didapatkan adalah sebesar 0,2304 .

B.     Saran
1.         Laboratorium       :
Harap menyediakan alternatif sumber energi jika sewaktu-waktu terjadi pemadaman listrik dan juga melengkapi bahan-bahan kimia yang akan digunakan pada saat percobaan berlangsung.
2.         Asisten                 : 
Lebih mengawasi praktikan yang diasistensikan dan pertahankan sikap tenang pada saat percobaan kekurangan bahan dan alat sehingga mampu mengontrol jalannya percobaan.

















DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. 2004
Drs. Hiskia Ahmad. Kimia Dasar. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979

G. Svehla, Vogel. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. 1985
Ketut, Juliantara. Kimia Larutan. Jakarta: Edukasi Kompasana. 2009
Damayanti, Restu. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta: Kurnia Utama. 2003
  
S, Syukri. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 2005
Tim Dosen Kimia, Kimia Dasar I. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2000



SKEMA KERJA
1.      Pengaruh Tonisitas
                                                                                                         
Dimasukkan tiap sampel (seledri, daun bawang, wortel dan darah) setelah disayat setebal 0,5 mm
Didiamkan ± 20 menit
Diamati sampel pada Mikroskop
Catat Hasil
Aquadest               NaCl 0,89%    NaCl 0,3%      Glukosa 0,1 M            Glukosa 0,5 M





2.      Penurunan Titik Beku
Ditimbang Asam Stearat 3g
Ditimbang Asam Benzoat 0,6 g
Digerus padatan campuran
Ditotolkan pada pipa kapiler
Satu pipa untuk Cera Alba
Tiga pipa untuk Cera Alba + Asam Benzoat
Dimasukkan Termometer + pipa kapiler ke dalam gelas kimia yang telah beris air
Catat Hasil



                                                                                                                                                        D
Dicampur
                                                                           Didinginkan hingga memadat







           
                                                                       










1.      Penurunan Titik Beku
Ditimbang asam stearat 3 g
Ditimbang asam benzoat 0,6  g




Ditotolkan pada pipa kapiler
Digerus padatan campuran
                                                                                                      Didinginkan hingga memadat
LABORATORIUM KIMIA FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

JURNAL PRAKTIKUM
KIMIA DASAR
PERCOBAAN
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
  




         OLEH

KELOMPOK      :   I (SATU)
GELOMBANG   :   II (DUA)
ASISTEN            :   RISYAD ABDILLAH

SAMATA-GOWA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Larutan adalah campuran antara dua atau lebih komponen atau zat yang homogen yang saling melarutkan masing-masing penyusunnya sehingga tidak dapat dibedakan secara fisik.
            Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis yang hanya bergantung pada jumlah atau kuantitas partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan.
            Ada empat jenis sifat koligatif larutan, yaitu; penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis.
            Sifat koligatif larutan merupakan konsep dalam kimia fisika yang banyak digunakan dalam industri farmasi, misalnya untuk membuat cairan infus yang mana harus isotonik dengan cairan darah. Pembuatan cairan isotonik ini menggunakan konsep tekanan osmosis. Peran sifat koligatif larutan dalam industri farmasi juga dapat ditemukan pada pembuatan obat herbal.
Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah dan jaringan pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi krenasi pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).
Dari perannya saja, maka dilakukanlah percobaan sifat koligatif larutan untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel dan menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) serta memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf).
B.     Maksud dan Tujuan Percobaan   
1.      Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami pengaruh tonisitas sel dan penurunan titik beku suatu larutan.
2.      Tujuan Percobaan
a.       Untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel.
b.      Untuk menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) dan memperoleh konstanta penurunan titik beku (Kf)

C.     Prinsip Percobaan
1.      Pengaruh tonisitas sel
Menunjukkan pengaruh tonisitas sel dari beberapa larutan (aquadest, NaCl 0,89 %, NaCl 3%, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M) dengan cara penambahan sampel (wortel, daun bawang, seledri dan darah), kemudian diamati dengan mata telanjang dan dibandingkan dengan penglihatan pada saat menggunakan mikroskop.
2.      Penurunan titik beku
Menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) dan tetapan krioskopi (Kf) dari asam stearat jika ditambahkan asam benzoat dengan cara dileburkan dan dilihat berapa penurunan titik bekunya dengan menggunakan pipa kapiler yang berisi asam stearat beserta asam benzoat kemudian dilelehkan di dalam aquadest yang dipasang termometer di atasnya untuk dilihat suhu pada saat meleleh ditandai dengan munculnya gelembung di sekitar termometer dan pipa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Teori Umum
Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut bukan pada jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan. (Tim Dosen Kimia, 2000; VII-28)
Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan secara fisik.
Sebab-sebab kelarutan, seringkali dikatakan bahwa kelarutan itu disebabkan oleh gaya-gaya molekular. Bahwa ini tidak benar dapat dilihat dari kenyataan bahwa dua gas bercampur dalam semua perbandingan dan memiliki kelarutan yang saling tidak terbatas, pencampuran bukan disebabkan oleh aksi timbal-balik, tetapi oleh gerak molekul dan kenyataan bahwa keadaan bercampur sangat mungkin dari keadaan tidak bercampur. Kelarutan timbal balik gas karenanya adalah aspek dari awal statistik hukum kedua.
Pada larutan elektrolit mengalami peruraian (disosiasi), misalnya larutan NaCl mengalami ionisasi menjadi ion Na dan Cl. Dalam pembahasan sifat-sifat koligatif larutan elektrolit Van’t Hoff memodifikasi persamaan sifat koligatif larutan non-elektrolit dengan menambahkan suatu ketetapan yang sering disebut dengan faktor Van Hoff (i) dimana adalah perbandingan antara harga sifat-sifat koligatif yang diukur dan harga sifat koligatif yang terhitung.
Untuk larutan non-elektrolit, nilai i=1 sedangkan untuk larutan elektrolit.
(Sumardjo, 2006; 43)

Sifat koligatif larutan adalah sifat yang nilainya bervariasi, sebanding dengan jumlah partikel-pertikel solut yang ada dalam larutan dengan volume tertentu.
     Terdapat empat sifat fisika yang penting dan berubah secara perbandingan lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yaitu ;
1.      Penurunan Tekanan Uap
Jika suatu solut (yang tidak dapat menguap) dilarutkan dalam solven (yang dapat menguap) tekanan uap larutan akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murni. Hal ini disebabkan karena pada permukaan larutan terdapat interaksi antara zat terlarut dan pelarut sehingga laju penguapan tersebut berkurang akibatnya tekanan uap larutan menjadi turun. Selisih antara tekanan uap pelarut murni dengan tekanan uap larutan disebut penurunan tekanan uap (ΔP).
Volatil adalah kecenderungan suatu zat untuk berubah menjadi gas. Kecenderungan molekul untuk melarikan diri dari fase cair ke gas tergantung pada seberapa banyak zat terlarut yang ditambahkan. Penguapan molekul zat pelarut dalam larutan selalu mengarah pada penguapan yang besar karena volume yang ditempati oleh molekul dalam bentuk gas. Tetapi pada saat ditambahkan zat terlarut maka penguapan akan berkurang karena ditekan dengan asanya zat terlarut sehingga hanya terdapat sedikit molekul pelarut pada bagian permukaan larutan. Sehingga volume  zat pelarut yang berada didalam fase gas lebih kecil dan tekanan uap uap untuk larutan akan lebih rendah dibandingkan pelarut murni.
Zat terlarut jika dimasukkan ke dalam pelarut maka akan terjadi penurunan tekanan uap. Tekanan uap tersebut akan berpengaruh pada penurunan titik beku hal ini dapat dilihat dari grafik P-T.

   
         
            : Diagram untuk pelarut
            : Diagram untuk larutan
Pada suhu tertentu, tekanan uap pelarut murni Po atmosfer dan tekanan uap larutan P atmosfer. Penurunan tekanan uap dirumuskan sebagai ;
                      ΔP = Po – P

Tekanan uap larutan ideal berlaku hukum Raoult ;
                        P = X1 Po
karena,          X1 = (1- X2),  maka ;
                       P = (1- X2) Po
                          = Po – X2 Po
                    ΔP = X2 Po
atau
                X=
Dimana X1 dan X2 masing-masing adalah fraksi mol pelarut dan zat terlarut. Dari persamaan terlihat, harga ΔP berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut, berarti makin besar pula penurunan tekanan uapnya. ΔP dapat digunakan untuk menentukan berat molekul zat terlarut yang sukar menguap dengan mengukur tekanan uap larutan dan menghitung fraksi molnya. (Ahmad, 1996; 76)
2.      Kenaikan Titik Didih Larutan
Titik didih suatu larutan dapat lebih tinggi maupun lebih rendah daripada titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan zat terlarut itu menguap, dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat terlarut itu tak atsiri (tidak menguap) misalnya gula, larutan air itu mendidih pada suatu temperatur yang lebih tinggi daripada titik didih air.
Dalam hal larutan etil alkohol-air, eti alkohol (titik didih 78,3 ) mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi uap air daripada air. Tekanan uap larutan (jumlah tekanan uap etil alkohol dan tekanan uap air) sama dengan tekanan atmosfer pada temperatur dibawah 100 . Artinya, titik didih larutan terletak dibawah titik didih air murni. Hukum sifat koligatif tidak berlaku untuk larutan dengan zat-zat terlarut atsiri, seperti larutan etil alkohol-air. (Keenan, dkk,1984:436)
A = Titik didih air pada 100  dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 100  dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
       larutan belum mendidih.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih besar dari 100
       dimana larutan mendidih.
Jika titik didih pelarut (Tb ) dan titik didih larutan (Tb), maka kenaikan titik didih dapat dirumuskan ;
                         Tb = Tb - Tb
      Pada penentuan Tb satuan konsentrasi yang digunakan adalah molalitas (m) karena tidak dipengaruhi oleh suhu. Satuan molaritas tidak sesuai, karena suhu mempengaruhi volume larutan.
Besarnya kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai ;
                          Tb = Kb m
atau
                         Tb = Kb x  x
dimana ;
       W = massa zat terlarut (g)
       M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
       P  = massa zat pelarut (g)
       Kb = tetapan kenaikan titik didih ( /mol)
(Chang, 2003; 12)
3.      Penurunan Titik Beku
Akibat lain dari turunnya tekanan uap larutan adalah turunnya titik beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1 atm disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0 .
Jika air murni didinginkan pada 0 , maka air tersebut akan membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm. Tetapi bila dalam kedalamnya dilarutkan zat terlarut yang sukar menguap seperti gula, maka pada suhu 0  ternyata larutan belum membeku. Tekanan uap permukaannya harus mencapai 1 atm. Hal ini dapat tercapai bila suhu larutan diturunkan.
Setelah tekanan uap mencapai 1 atm, larutan akan membeku. Besarnya titik beku larutan ini lebih rendah dari 0  atau lebih rendah dari titik beku pelarutnya. Turunya titik beku larutan dari titik beku pelarutnya disebut penurunan titik beku ( Tf).
Jika titik beku pelarut Tf  dan titik beku larutan Tf maka penurunan titik beku dapat dirumuskan ;
                        Tf = Tf  - Tf
 
A = Titik beku air pada 0  dan tekanan uap 1 atm.
B = Titik pada 0  dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
       larutan belum membeku.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih kecil dari 0
       dimana larutan membeku.
Besarnya Tf larutan juga dapat bergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
Menurut Raoult untuk larutan yang sangat encer berlaku ;
                         Tf = Kf m
atau
                         Tf = Kf x  x
dimana ;
       W = massa zat terlarut (g)
       M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
       P  = massa zat pelarut (g)
       Kf = tetapan kenaikan titik beku ( /mol)
    (Ketut, 2004; 79-84)
Tabel Titik Didih (Tb), Titik Beku (Tf), Tetapan Titik Didih Molal (Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku Molal (Kf) Berbagai Pelarut. 
4.      Tekanan Osmotik (Osmosis)
Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul pelarut dari encer ke larutan yang lebih pekat melalui selaput membran/penyekat semipermeabel.
Peristiwa osmosis kelihatanya berlawanan dengan pengalaman dimana penyebaran partikel (difusi) umumnya terjadi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke rendah. Pada osmosis larutan dipisahkan oleh selaput semipermeable sehingga difusi terjadi dari arah sebaliknya.
Difusi ini hanya terjadi pada molekul-molekul pelarut atau zat-zat yang berukuran kecil, sedangkan molekul berukuran besar tertahan oleh membran.
Tekanan osmotik tergolong sifat koligatif, karena hanya bergantung pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada jenisnya. Berrdasarkan percobaan Van’t Hoff (1885) mendapatkan bahwa untuk larutan encer rumusan tekanan osmotik mempunyai kesamaan dengan tekanan suatu gas.
Pada suhu (T) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan konsentrasi. Secara matematis ditulis ;
                                    (T tetap)
Pada konsentrasi (C) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.
                                     (C tetap)
Gabungan dari dua persamaan diatas, diperoleh ;
                                   
atau
                                       (tetap)
karena konsentrasi berbanding terbalik dengan volume, maka untuk n mol zat terlarut berlaku ;
                                       (tetap)
dimana K adalah suatu tetapan yang sama besarnya dengan tetapan gas R. Persamaan menjadi ;
                                    π v = n R T
Rumus ini mirip dengan persmaan gas ideal pv = nRT. Persamaan selanjutnya juga dapat ditulis ;
                                      π =  R T
untuk n/v = M maka ;
                                      π = M R T
dimana ;
        π = Tekanan osmotik (atm)
       M = Molaritas larutan (mol/L)
        R = Tetapan gas (0,0821 L atm mol-1K-1)
        T = Suhu mutlak (K)
(Syukri, 2005; 86-89)




B.     Uraian Bahan
1.      Aquades (DIRJEN POM. 1979: 96)
Nama resmi             :   AQUA DESTILLATA
Nama lain               :   Air suling, aqua depurate, aqua, air baterig, air
                                    sadah, distilled water, hard water
Rumus molekul       :   H2O
Berat molekul         :   18,02
Rumus bangun        :    H-O-H
Pemerian                 :    Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa.
Kelarutan                :    -
Penyimpanan          :    Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :    Sebagai pelarut dalam larutan tonisitas sel

2.      Glukosa (DIRJEN POM. 1979: 268)
Nama resmi             :   GLUCOSUM
Nama lain               : Glukosa, dektrose, dextropur, druivensuikar, grape sugar, gula anggur, glucose,saccharum amylaceum, sugar 
      Rumus molekul       :   C6H12O6
      Rumus bangun        :   
      Pemerian                 :    Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran      putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan                :  Mudah larut dalam air, sangat mudah larut  dalam air mendidih
      Penyimpanan          :    Dalam wadah tertutup baik
      Kegunaan               :    Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel
3.      Natrium Klorida (DIRJEN POM. 1979; 403)
Nama Resmi           :   NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain              : Natrium klorida, chloretum natricum, garam dapur, natrium chloratum, natrium klorida, kitchen salt, sodium clorida, halit, crude sea salt.
Rumus Molekul      :   NaCl
Rumus Bangun       :   Na-Cl
Berat Molekul         :   58,44
Pemerian                 :    Hablur heksahidrat tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan                :    Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian  mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan          :   Wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel

4.      Asam Stearat (DIRJEN POM. 1976; 57)
Nama Resmi           :   ACIDUM STEARICUM
Nama Lain              :    Asam stearat, stearic acid, asam oktadekanamida, stearic monoetanolamine, stearoy lethanolamida, stearanamida, monoetanolamin, stearoyl, etanolami, asam stearat amida, stearat amida, stearamida monoetanolamida.
Rumus Molekul      :   CH3(CH2)16COOH
Rumus Bangun       :
Berat Molekul         :   122,12
Titik Leleh              : 54
3.      Natrium Klorida (DIRJEN POM. 1979; 403)
Nama Resmi           :   NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain              : Natrium klorida, chloretum natricum, garam dapur, natrium chloratum, natrium klorida, kitchen salt, sodium clorida, halit, crude sea salt.
Rumus Molekul      :   NaCl
Rumus Bangun       :   Na-Cl
Berat Molekul         :   58,44
Pemerian                 :    Hablur hexahidrat tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan                :    Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian  mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan          :   Wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel

4.      Asam Stearat (DIRJEN POM. 1976; 57)
Nama Resmi           :   ACIDUM STEARICUM
Nama Lain              :    Asam stearat, stearic acid, asam oktadekanami-da, stearic monoetanolamine, stearoy lethano-lamida, stearanamida, monoetanolamin, stea-royl, etanolami, asam stearat amida, stearat amida, stearamida monoetanolamida.
Rumus Molekul      :   CH3(CH2)16COOH
Rumus Bangun       :
Berat Molekul         :   122,12
Titik Leleh              : 54

Pemerian                 :    Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan                :    Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol; (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 20 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan          :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam penurunan titik beku.

5.      Asam Benzoat (DIRJEN POM. 1979; 49)
Nama resmi             :   ACIDUM BENZOICUM
Nama Lain              :    Asam Benzoat, asam benzenakarboksilat, karboksi benzene, E210, asam drasiklik, sodium benzoate.
Rumus Molekul      :    C7H602    
Rumus Bangun       :
                               
Berat Molekul         :   122,12
Titik Leleh              :   122
Pemerian                 :    Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan                :    Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P. Dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan          :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat pelarut dalam penurunan titik beku

6.      Cera Alba (DIRJEN POM. 1979; 140)
Nama Resmi           :   CERA ALBA
Nama Lain              :    Malam putih, wit was, white bease wax, bleached beese wax, malam putih, wituns, beeswax white, lilin lebah.
Titik Lebur              :   61-65
Kelarutan                :    Tidak mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, dingin, larut dalam      kloroform P, pada eter P, hangat dalam minyak lemak dan minyak atsiri
Pemerian                 :    Zat padat, lapisan bening, putih kekuningan, bau khas lemak
Penyimpanan          :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :   Sebagai zat terlarut dalam penurunan titik beku.












C.     Prosedur Kerja
1.      Pengaruh Tonisitas Larutan terhadap Sel
a.       Ambil tabung reaksi yang bersih, berikan label 1), 2), 3), 4) dan 5)
b.      Masukkan 2 ml larutan berikut ini sesuai label masing-masing
1)      Aquadest               3)   Glukosa 0,5 M                  5)   NaCl 3%
2)      Glukosa 0,1 M      4)   NaCl 0,89%
c.       Untuk setiap tabung reaksi tambahkan irisan wortel tipis (sekitar 0,5 mm) yang segar, daun bawang, dan seledri.
d.      Masukkan tabung reaksi di rak tabung dan tunggu sampai anda menyelesaikan semua percobaan yang lain
e.       Perhatikan tampilan dengan mata telanjang dan juga di bawah mikroskop.
f.       Ulangi langkah a dan b menggunakan set baru lima tabung reaksi yang bersih
g.      Dengan menggunakan pipet, tambahkan lima tetes darah sapi segar secara keseluruhan untuk setiap tabung uji. Miringkan bagian bawah tabung reaksi untuk menjamin pencampuran yang tepat.
h.      Amati warna dan penampilan dari larutan setelah 20 menit, baik oleh mata telanjang dan juga di bawah mikroskop.
2.      Pengukuran Penurunan Titik Beku
a.       Rakit alat pengukuran titik beku (titik lebur) sederhana. Beker gelas akan berfungsi sebagai water bath. Sebuah plat panas dari pembakar bunsen akan berfungsi sebagai sumber panas. Sebuah tabung reaksi akan berfungsi sebagai water bath sekunder di mana termometer dicelupkan.
b.      Campuran asam benzoat-asam laurat disiapkan sebagai berikut (atau sebagai alternatif, instruktur dapat mempersiapkan terlebih dahulu) :
Timbang 3 g asam laurat dan masukkan dalam sebuah gelas kimia 25 ml. timbang 0,6 g asam benzoat. Panaskan asam laurat perlahan-lahan di atas hot plate sampai meleleh (50°C). tambahkan asam benzoat ke dalam gelas. Aduk secara menyeluruh hingga diperoleh larutan homogen. Dinginkan gelas kimia dalam air dingin untuk mendapatkan sampel yang padat. Gerus sampel menjadi serbuk halus dalam mortar.
c.       Setiap praktikan menyiapkan empat tabung leleh kapiler untuk sampel : (a) asam laurat (b) tiga tabung dengan larutan asam benzoat 17%.
d.      Susun tabung leleh sebagai berikut :
1)      Ambil sejumlah kecil sampel ke dalam tabung leleh kapiler dengan menekankan ujung tabung yang terbuka secara vertical ke sampel.
2)      Balikkan tabung kapiler. Usap kapiler ke dalam suatu lembaran yang memungkinkan padatan masuk di bagian bawah kapiler. Anda hanya memerlukan 1-5 mm sampel dalam tabung kapiler.
e.       Ikat tabung kapiler dengan termometer menggunakan karet gelang kecil dekat dengan ujung termometer.
f.       Ukur titik leleh setiap sampel sebagai berikut :
Jepit termometer dengan tabung kapiler yang melekat dan rendam dalam termostat sekunder diisi dengan air. Turunkan termostat sekunder ke dalam gelas beriisi air dan memulai proses pemanasan. Perhatikan titik leleh setiap sampel dan catat. Pelelehan terjadi ketika anda mengamati penyusutan pertama dalam sampel atau munculnya gelembung kecil (jangan menunggu sampai seluruh sampel di kapiler menjadi bening) setelah mengambil titik lebur sampel pertama, biarkan termostat mendingin hingga suhu ruang dengan menambahkan air dingin. Anda harus memulai proses pemanasan untuk mengamati titik leleh sampel kedua hanya setelah air di termostat primer dan sekunder talah mencapai suhu kamar.
(Tim Dosen Kimia Dasar, 2011 : 12-13)
           
BAB III
METODE KERJA
A.     Alat dan Bahan
1.      Alat :
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah benang, dek gelas, gelas kimia, gelas ukur, kaki tiga, kawat kassa, klem, mikroskop, mortar dan alu, objek gelas, pembakar spiritus, pipa kapiler, rak tabung reaksi, statif, silet, tabung reaksi, termometer.
2.      Bahan:
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah aquadest, asam benzoat, asam stearat, cera alba, darah ayam, daun bawang, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M, natrium klorida 0,89%, natrium klorida 3%, seledri, wortel.

B.     Cara Kerja
1.      Pengaruh tonisitas terhadap sel
a.       Disiapkan alat dan bahan (aquadest, NaCl 0,89%, NaCl 3%, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M) masing-masing 2 ml
b.      Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
c.       Ditambah sampel (wortel, daun bawang, seledri) diiris tipis sebesar 0,5 mm
d.      Diamati sampel sampai dengan 20 menit (dengan mata telanjang)
e.       Diamati sampel dibawah mikroskop dengan ditambahkan kloral hidrat 1-2 tetes
2.      Penurunan titik beku
a.       Ditimbang  3 g asam stearat dengan menggunakan neraca analitik
b.      Dipanaskan sampai suhu 50 , kemudian ditambahkan 0,6 g asam benzoat (ditimbang dengan menggunakan neraca analitik)
c.       Diaduk sampai membentuk larutan yang homogen
d.      Ditunggu larutan tersebut sampai memadat/dingin
e.       Digerus
f.       Disiapkan 4 pipa kapiler dengan ukuran ½ cm
g.      Dipisahkan/dibagi dua yaitu satu pipa untuk asam stearat dan tiga pipa untuk asan stearat dan asam benzoat.
h.      Masing-masing pipa kapiler diikat dengan termometer dan pipa
i.        Dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi air yang dipananskan dengan pembakar Bunsen
j.        Diamati hingga campuran melebur, caranya ditandai dengan adanya gelembung dan dicatat perubahan suhunya.














BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A.     Tabel Pengamatan
1.      Pengaruh Tonisitas Larutan terhadap Sel
Sampel
Larutan
Pengamatan Sel
Sebelum direndam
Setelah direndam
Batang Seledri
1)
Aquadest
     
Ket: Keadaan sel normal, sel tampak jelas

  
 Ket:Warna kecoklatan dan sel tampak tidak  jelas

2)
NaCl 0,89%
 
Ket: Keadaan sel
      normal, sel
         tampak jelas

     
Ket: Keadaan sel tampak jelas
3)
NaCl 3%
Ket: Keadaan sel
      normal, sel    
        tampak jelas
              

Ket : Warna sel menjadi lebih tua dan sel kelihatan jelas

4)
Glukosa 0,1 M
Ket: Keadaan sel
      normal, sel    
        tampak jelas



Ket : Sel tampak memudar warnanya dan jelas selnya


5)
Glukosa 0,5 M

 
Ket: Keadaan sel
      normal, sel    
        tampak jelas

Ket : Warnanya tampak memudar dan sel tidak jelas
Daun Bawang
1)
Aquadest
Ket: Normal, sel tampak jelas
 Ket :Warna sel   
         menjadi orange
2)
NaCl 0,89%
Ket: Normal, sel tampak jelas
  Ket : Sel tampak memudar warnanya
3)
NaCl 3%
Ket: Normal, sel tampak jelas
  Ket : Warna sel mejadi keabu-abuan
4)
Glukosa 0,1 M
    
Ket: Normal, sel tampak jelas
   
  Ket : Warna sel menjadi kecoklatan

5)
Glukosa 0,5 M
   
Ket: Normal, sel tampak jelas
 

Ket : Warna sel menjadi kecoklatan
Wortel
1)
Aquadest
     
  Ket: Normal, sel tampak jelas
                               

Ket : Warna sel  
          menjadi
          kecoklatan
2)
NaCl 0,89%
  Ket: Normal, sel tampak jelas
Ket : Warna sel menjadi kuning
3)
NaCl 3%
Ket: Normal, sel tampak jelas
Ket : Warna sel memudar
4)
Glukosa 0,1 M
Ket: Normal, sel tampak jelas
Ket : Warna sel
         menjadi keabu-
         abuan
5)
Glukosa 0,5 M
Ket: Normal, sel tampak jelas
  Ket : Warna sel   
           memudar

Darah
1)
Aquadest
Ket : Warna sel   
         merah terang
       
    Ket : Warna
             memudar
2)
NaCl 0,89%

Ket : Warna sel     
         merah terang
  
   Ket : Warna sel  
             menjadi           
             keabu-abuan
3)
NaCl 3%
Ket : Warna sel  
         merah terang
  Ket : Warna sel
           menjadi
           keabu-abuan
4)
Glukosa 0,1 M
Ket : Warna sel
         merah terang
 Ket : Warna sel
          menjadi
          keabu-abuan
5)
Glukosa 0,5 M
Ket : Warna sel
         merah terang
  Ket : Warna sel
           menjadi
           keabu-abuan






2.      Pengukuran Penurunan Titik Beku
Sampel
Suhu (°C)
1.
Asam Stearat
60
2.
Asam Stearat + Asam Benzoat
56

B.     Perhitungan
1.      Pembuatan NaCl 0,3% untuk 100 ml air
 
 
2.      Pembuatan NaCl 0,89% untuk 100 ml air
 
 
3.      Pembuatan glukosa 0,1 M untuk 100 ml air
 
 
4.      Pembuatan glukosa 0,5 M untuk 100 ml air
   
 
5.      Perhitungan tetapan krioskopi
 
 
 
 
 


C.     Pembuatan Larutan
1.      NaCl 3%
Sebanyak 3 gram NaCl ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan aquadest kemudian diaddkan hingga batas 100 ml dengan aquadest.
2.      NaCl 0,89%
Sebanyak 0,89 gram NaCl ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan aquadest. Kemudian diaddkan dengan aquadest hingga 100 ml.
3.      Glukosa 0,1 M
Sebanyak 1,8 gram glukosa ditimbang, kemudian dimasukkan kedalm labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah dikalibrasi dan diaddkan hingga 100 ml dengan aquadest.
4.      Glukosa 0,5 M
Sebanyak 9 gram glukosa ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu, lalu diaddkan dengan aquadest hingga 100 ml.












BAB V
PEMBAHASAN
Sifat koligatif larutan merupakan sifat fisik larutan yang bergantung pada jumlah partikel larutan namun tidak tergantung pada jenis larutan. Sifat koligatif larutan ini dibedakan menjadi sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non-elektrolit yang dibedakan pada kemampuannya untuk mengion.
 Hipertonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih tinggi dari konsentrasi zat terlarut, sementara hipotonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih rendah dari konsentrasi zat terlarut.
Tonisitas mempengaruhi pergerakan cairan antar sel, contohya air yang bergerak dari tempat yang bertonisitas rendah (hipotonik) ke daerah yang bertonisitas tinggi (hipertonik), sehingga tonisitas antara keduanya seimbang. Secara harfiah tonisitas berarti kemampuan suatu larutan untuk memvariasikan ukuran maupun bentuk sel dengan cara mengubah jumlah air dalam sel tersebut apakah menciut ataukah menggembung sel tersebut.
Dari percobaan kita dapat melihat bahwa larutan yang elektrolit adalah NaCl 0,3 % dan NaCl 0,89 % Karen kedua larutan ini dapat mengantarkan arus listrik dan juga penguraian ion-ionnya yang menghasilkan dua untuk derajat ionisasinya. Sedangkan larutan glukosa 0,1 dan 0,5 adalah larutan non-elektrolit karena tidak dapat mengantarkan arus listrik.
Pada percobaan sifat koligatif larutan ini ada dua percobaan yang dilakukan, yaitu pengaruh tonisitas terhadap sel dan penurunan titik beku. Pada percobaan tonisitas sel, ada empat sampel yang digunakan yakni; batang seledri, daun bawang, wortel dan darah. Setiap sampel tersebut dimasukkan ke dalam aquadest, NaCl 0,89%, NaCl 3%, glukosa 0,1 M dan glukosa 0,5 M.sebelumnya setiap sampel diamati terlebih dahulu di bawah mikroskop untuk dilihat bagaimana bentuk selnya dan kemudian difoto dengan kamera digital. Ketika sampel telah direndam dalam larutan 20 menit, sampel diangkat kemudian diamati dibawah mikroskop kemudian difoto dengan kamera digital. Dan bandingkan sel ketika sebelum direndam dan pada saat setelah direndam.
Sampel seledri ketika dimasukkan dalam larutan aquadest, glukosa 0,1 M dan glukosa 0,5 M mengalami keadaan hipertonik yang dicirikan dengan menggembungnya sel setelah diamati pada mikroskop, sementara untuk NaCl 0,89% dan 0,3% sel hipotonik, hal yang sama dialami oleh daun bawang dan wortel. Darah isotonik pada larutan NaCl 0,89%.
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan noktah tidak normal disekitar pinggir sel setelah sel dimasukkan ke dalam larutan hipertonik. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa latin “crenatus”. Krenasi terjadi karena lingkungan luar sel yang hipertonik. Sel memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan diluar sel. Akibatnya zat terlarut keluar dari dalam sel dengan mekanisme difusi untuk menyeimbangkan konsentrasi diluar sel yang rendah sedangkan kerena tekanan osmotik yang tinggi di luar sel menyebabkan pelarut keluar dari dalam sel dengan mekanisme osmosis. Akibatnya sitoplasma berkurang volumenya sebagai akibatnya sel menciut. Sebaliknya pada kondisi diluar sel yang hipotonik atau konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dibandingkan zat pelarut dan tekanan osmotik yang rendah, menyebabkan zat terlarut dari luar sel masuk ke dalam sel dengan mekanisme difusi untuk menyeimbangkan konsentrasi di dalam sel yang konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah sedangkan karena tekanan osmotik yang rendah menyebabkan pelarut masuk ke dalam sehingga akibat dari mekanisme ini menyebabkan sel menggembung dan lama kelamaan akan mengalami lisis pada sel. Darah isotonis pada konsentrasi NaCl 0,89% dan glukosa 0,31 M.
Untuk percobaan pengukuran penurunan titik beku, cera alba dileburkan terlebih dahulu, apabila cera alba telah lebur sepenuhnya, asam benzoat dicampurkan sampai campuran tersebut menjadi campuran homogen yang kemudian didinginkan hingga menjadi padatan, padatan inilah yang digerus dengan mortar dan alu, tujuan digerus adalah untuk memudahkan campuran ini masuk ke dalam pipa kapiler. Pipa kapiler selanjutnya diikatkan dengan termometer menggunakan benang wol karena apabila diikat menggunakan karet gelang, dikhawatirkan karet akan meleleh dan menyebabkan pipa kapiler jatuh. Termometer yang telah diikat dengan pipa kapiler direndam dalam air yang kemudian dipanaskan, parameter dalam percobaan ini adalah gelembung pertama yang muncul disekitar termometer dan pipa.
Titik lebur adalah suhu konstan pada tekanan tertentu ketika materi mencair atau melebur. Pada titik lebur fasa padat dan cair yang ada dalam kesetimbangan. Ketika dianggap sebagai perubahan suhu sebaliknya dari cair ke padat ini disebut sebagai titik beku. Cairan memiliki karakteristik temperatur dimana mereka berubah menjadi padat, yang dikenal dengan titik beku mereka. Dalam teori, titik leleh yang solid harus sama dengan titik beku cairan.
Alasan dileburkan cera alba lalu ditambahkan asam benzoat agar cera alba dapat bercampur secara homogen antara keduanya. Dan alasan cera alba dileburkan supaya molekul-molekul air yang masih terkandung dalam cera alba dapat menguap dengan sempurna. Asam stearat merupakan zat terlarut dan asam benzoat adalah zat pelarut.
Alasan penggunaan aquadest dalam percobaan adalah perbedaan titik didih dari kedua senyawa, dimana aquadest mempunyai titik didih 100  sehingga pada saat pemanasan cera alaba dapat dipanaskan dapat dilihat gelembung-gelembung yang akan kita amati karena suhu dari cera alba dapat meleleh pada suhu 61-65  apabila kita menggunakan etanol maka perbedaan suhunya yang terlalu dekat sehingga pengamatan gelembung bisa saja gelembung adalah gelembung dari etanol (tidak maksimal) sedangkan pada aquadest pengamatannya dapat maksimal karena perbedaan suhunya yang cukup besar sehingga cera alba dapat dilihat melebur dengan pengamatan yang maksimal.
Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi pemecahan pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).



BAB VI
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Tonisitas Sel
a.       Aquadest
Ø  Darah ayam     : Hipertonis
Ø  Batang seledri : Hipertonis
Ø  Wortel             : Hipertonis
Ø  Daun bawang  : Hipertonis
b.      NaCl 0,89%
Ø  Darah ayam     : Isotonis
Ø  Batang seledri : Hipotonis
Ø  Wortel             : Hipotonis
Ø  Daun bawang  : Hipertonis
c.       NaCl 3%
Ø  Darah ayam     : Hipotonis
Ø  Batang seledri : Hipotonis
Ø  Wortel             : Hipotonis
Ø  Daun bawang  : Hipotonis
d.      Glukosa 0,1 M
Ø  Darah ayam     : Hipertonis
Ø  Batang seldri   : Hipertonis
Ø  Wortel             : Hipertonis
Ø  Daun bawang  : Hipertonis
e.       Glukosa 0,5 M
Ø  Darah ayam     : Hipotonis
Ø  Batang seledri : Hipotonis
Ø  Wortel             : Hipotonis
Ø  Daun bawang  : Hipotonis

2.      Penurunan Titik Beku
Penurunan titik beku yang didapatkan dalam percobaan yaitu sebesar 4  dan konstanta penurunan titik beku yang didapatkan adalah sebesar 0,2304 .

B.     Saran
1.         Laboratorium       :
Harap menyediakan alternatif sumber energi jika sewaktu-waktu terjadi pemadaman listrik dan juga melengkapi bahan-bahan kimia yang akan digunakan pada saat percobaan berlangsung.
2.         Asisten                 : 
Lebih mengawasi praktikan yang diasistensikan dan pertahankan sikap tenang pada saat percobaan kekurangan bahan dan alat sehingga mampu mengontrol jalannya percobaan.

















DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. 2004
Drs. Hiskia Ahmad. Kimia Dasar. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979

G. Svehla, Vogel. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. 1985
Ketut, Juliantara. Kimia Larutan. Jakarta: Edukasi Kompasana. 2009
Damayanti, Restu. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta: Kurnia Utama. 2003
  
S, Syukri. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 2005
Tim Dosen Kimia, Kimia Dasar I. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2000



SKEMA KERJA
1.      Pengaruh Tonisitas
                                                                                                         
Dimasukkan tiap sampel (seledri, daun bawang, wortel dan darah) setelah disayat setebal 0,5 mm
Didiamkan ± 20 menit
Diamati sampel pada Mikroskop
Catat Hasil
Aquadest               NaCl 0,89%    NaCl 0,3%      Glukosa 0,1 M            Glukosa 0,5 M





2.      Penurunan Titik Beku
Ditimbang Asam Stearat 3g
Ditimbang Asam Benzoat 0,6 g
Digerus padatan campuran
Ditotolkan pada pipa kapiler
Satu pipa untuk Cera Alba
Tiga pipa untuk Cera Alba + Asam Benzoat
Dimasukkan Termometer + pipa kapiler ke dalam gelas kimia yang telah beris air
Catat Hasil



                                                                                                                                                        D
Dicampur
                                                                           Didinginkan hingga memadat







           
                                                                       










1.      Penurunan Titik Beku
Ditimbang asam stearat 3 g
Ditimbang asam benzoat 0,6  g




Ditotolkan pada pipa kapiler
Digerus padatan campuran
                                                                                                      Didinginkan hingga memadat